BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan msyarakat yang setinggi tingginya dapat terwujud. Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri kemanusiaan, pemberdayaan dan
kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian
khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut
(manula), dan keluarga miskin.
PWS-KIA
adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu
wilayah kerja secara terus menerus. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang
cakupan pelayanan KIA-nya masih rendah ataupun wilayah yang membutuhkan
penanganan atau tindak lanjut secara khusus.
Penyajian
PWS-KIA dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor
terkait yang berkaitan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dapat
dijabarkan lebih lanjut bahwa penyajian PWS-KIA berkaitan langsung dengan
masyarakat setempat, khususnya aparat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA, maupun dalam membantu
memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi. Dalam hal ini adalah
sumber daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian PWS KIA?
2.
Bagaiana cara melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA?
3.
Apa prinsip program KIA?
4.
|
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian PWS KIA.
2.
Mengetahui cara melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA.
3.
Mengetahui prinsip program
KIA.
4.
Mengetahui analisis dan tindak lanjut PWS KIA.
D. Manfaat
1.
Manfaat
Bagi Mahasiswa
Diharapkan
dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA.
2.
Manfaat
Bagi Bidan
Diharapkan
bidan lebih memahami dalam melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA di masyarakat
sehingga membantu mengurangi angka kematian dan
kesakitan ibu dan bayi
dapat tercipta masyarakat desa yang mandiri dan sehat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan dasar yang berfungsi membina peran serta masyarakat sebagi pusat
pembangunan kesehatan masyarakat. Manajemen yang baik merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi puskesmas. Fungsi manajemen tersebut,
terutama dalam hal monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian)
keberhasilan program puskesmas. Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah
dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Program kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok di puskesmas yang mendapat
prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak
merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu
alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu
wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, sehingga dapat dilakukan
tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa dengan cakupan pelayanan KIA
yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan
KIA di tiap desa secara terus menerus.
B.
Prinsip Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan
dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.
Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada kegiatan-kegiatan pokok, sebagai
berikut :
1.
|
2. Peningkatan pertolongan
persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan
kebidanan secara bertahap.
3. Peningkatan deteksi dini
resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan maupun di
masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya
secara terus-menerus.
4. Peningkatan penanganan
komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh
tenaga kesehatan.
5. Peningkatan pelayanan
neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh
sasaran.
Prinsip
pengelolaan PWS KIA meliputi beberapa hal yang mencakup indikator ketercapaian
program PWS KIA. Adapun indikator tersebut adalah :
1.
Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan
fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta
intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk penyuluhan dan
konseling). Akan tetapi dalam penerapan sehari-hari pelayanan antenatal secara
minimal terstandar sehingga dapat diakui sebagai bentuk pelayanan antenatal.
Dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal “5T” yang terdiri
dari :
a. Timbang badan dan ukur
tinggi badan dengan alat ukur terstandar.
b. (Ukur) Tekanan darah dan
prosedur yang benar.
c. (Ukur) Tinggi fundus
uteri dengan prosedur yang benar.
d. (Pemberian imunisasi)
tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai jadwal).
e. (Pemberian) Tablet
tambah Darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Seiring
berjalannya waktu pasti akan ada tuntutan peningkatan kualitas pelayanan
kebidanan. Salah satu dari hal tersebut adalah pada beberapa wilayah standar
minimal pemeriksaan antenatal tidak lagi “5T” tetapi menjadi “7T”, yaitu 5T
ditambahkan dengan :
f. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin,
protein urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan di
daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku beresiko dilakukan terhadap
HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, cacingan dan thalasemia.
g. Temu wicara (konseling)
Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga
kesehatan dan tidak dapat dilakukan oleh dukun bayi. Ditetapkan pula frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan, dengan ketentuan waktu
sebagai berikut :
a. Minimal satu kali pada
trimester I
b. Minimal satu kali pada
trimester II
c. Minimal dua kali pada
trimester III
Standar
waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan
antenatal. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan yang cukup
kepada pemberi asuhan antenatal dalam menangani kasus resiko tinggi yang
ditemukan.
2.
Pertolongan Persalinan
Program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan
pertolongan persalinan kepada masyarakat, yaitu : dokter spesialis kebidanan,
dokter umum, bidan, perawat bidan. Meskipun demikian, di daerah terpencil masih
banyak juga penolong persalinan yang berasal dari keluarga ataupun masyarakat
yang dipercaya dapat manolong persalinan. Pada prinsipnya, penolong persalinan
baik yang dilakukan di rumah klien maupun di sarana kesehatan seperti bidan praktik swasta (BPS), klinik, puskesmas
dan sarana kesehatan lain, harus tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sterilitasi/pencegahan
infeksi.
b. Metode pertolongan
persalinan yang sesuai standar pelayanan.
c. Merujuk kasus yang
memerlukan tingkat pelayanan lebih tinggi.
Penempatan bidan di desa diharapkan secara bertahap jangkauan
persalinan oleh tenaga kesehatan terus meningkat. Selain itu diharapkan pula
masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan aman.
3.
Deteksi Dini Ibu Hamil
Beresiko
Menurunkan angka kematian ibu secara bermakna maka deteksi dini
dan penanganan ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan
baik fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi
ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu difokuskan kepada keadaan yang
menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi
juga oleh masyarakat atau tenaga non kesehatan yang tidak berwenang.
Resiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan
keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan
dan kematian ibu maupun bayi. Semakin cepat diketahuinya adanya resiko
tinggi/komplikasi semakin cepat akan mendapatkan penanganan yang semestinya.
Sehingga angka kematian ibu secara signifikan dapat diturunkan. Faktor resiko
ibu hamil diantaranya :
a. Primigravida kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Anak lebih dari 4.
c. Jarak persalinan
terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
d. Tinggi badan kurang dari
145 cm.
e. Berat badan kurang dari
38 kg atau lingkar lengan atas < 23,5 cm.
f.
Kelainan bentuk tubuh,
misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.
g. Riwayat hipertensi pada
kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h. Sedang/pernah menderita
penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati,
psikosis, kelainan endokrin (diabetes melitus, sistemik lupus erritematosus
dll), tumor dan keganasan.
i.
Riwayat kehamilan buruk :
keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah
dini, bayi dengan cacat kongenital.
j.
Riwayat persalinan
beresiko : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/forseps.
k. Riwayat nifas beresiko :
perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, psikosis postpartum (post
partum blues).
l.
Riwayat keluarga menderita
penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
Semakin banyak ditemukan faktor resiko pada seorang ibu hamil,
maka semakin tinggi resiko kehamilannya. Resiko tinggi/komplikasi kebidanan
meliputi :
a. Hb kurang dari 8 gr%.
b. Tekanan darah tinggi
(sistole > 140 mmHg, diastole > 90
mmHg.
c. Oedema yang nyata.
d. Eklamsia.
e. Perdarahan pervaginam
(abortus imminens, plasenta previa, solusio plasenta).
f. Ketuban pecah dini.
g. Letak lintang pada usia
kehamilan lebih dari 32 minggu.
h. Letak sungsang pada
primigravida.
i.
Infeksi berat/sepsis.
j.
Ancaman persalinan
prematur.
k. Kelainan jumlah janin
(kehamilan ganda, kembar siam, dll).
l.
Kelainan besar janin
(janin besar, intra uterine growth retardation).
m. Distosia (persalinan
macet, persalinan tak maju).
n. Perdarahan pasca
persalinan : atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan
darah.
o. Infeksi masa nifas.
p. Penyakit kronis pada
ibu. (jantung, paru, ginjal, dll).
q. Riwayat obstetrik buruk
(riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan).
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan
transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus resiko
tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor resiko pada ibu baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah
kematian dan kesakitan ibu. Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan
dan rujukan ibu hamil beresiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan
yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan resiko kehamilan yang disandangnya.
4.
Penanganan Komplikasi
Kebidanan
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga
atau diramalakan sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong
oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera di deteksi dan
ditangani. Oleh karena itu ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana
pelayanan yang mampu memberi pelayanan obstetric dan neonatal emergensi dasar
(PONED). Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu PONED adalah setiap
kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 puskesmas mampu PONED. Pelayanan medis
yang dapat dilakukan di puskesmas PONED meliputi pelayanan obstetric berikut:
a. Pencegahan dan
penanganan perdarahan.
b. Pencegahan dan
penanganan pre-eklamsi dan eklamsi.
c. Pencegahan dan
penanganan infeksi.
d. Penanganan partus
lama/macet.
e. Pencegahan dan
penanganan abortus.
Pelayanan neonatal meliputi :
a. Pencegahan dan
penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan
penanganan hipotermi.
c. Pencegahan dan
penanganan BBLR.
d. Pencegahan dan
penanganan kejang/ikhterus ringan-sedang.
e. Pencegahan dan
penanganan gangguan minum.
5.
Pelayanan Kesehatan
Neonatal
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Resiko terbesar
kematian bayi baru lahir terjadi pada 24 jam pertama, minggu pertama dan bulan
pertama kehidupannya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal
diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan
‘’3 bersih’’ (bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat dan alas tempat
tidur ibu) dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali
pusat yang higienis. Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan
komprehensif, manajemen terpadu bayi muda untuk bidan, meliputi :
a. Pemeriksaan tanda bahaya
seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikhterus, diare, bayi berat lahir rendah.
b. Perawatan tali pusat.
c. Pemberian Vitamin K1
bila belum diberikan pada saat lahir.
d. Imunisasi Hepatitis B
bila belum diberikan pada saat lahir.
e. Konseling terhadap ibu
dan keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif, pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
f. Penanganan dan rujukan kasus.
g. Pelayanan kesehatan
neonatus (bayi berumur 0-28 hari) yang dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat
terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Setiap neonatus
harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya 2 kali pada minggu pertama dan 1
kali pada minggu ke 2 setelah lahir.
Pelayanan kesehatan
neonatus :
a. Kunjungan pelayanan
kesehatan neonatus.
b. Kunjungan neonatal hari
ke 3 (KN2).
c. Kunjungan neonatal
minggu ke 2 (KN2).
Resiko tinggi neonatal meliputi :
a. BBLR
b. Bayi dengan tetanus
neonatorum.
c. Bayi baru lahir dengan
asfiksia.
d. Bayi dengan ikhterus
neonatorum (ikhterus > 10 hari setelah lahir).
e. Bayi baru lahir dengan spesies
aves.
f. Bayi baru lahir dengan berat > 4000 gram.
g. Bayi pre-term dan
post-term.
h. Bayi lahir dengan cacat
bawaan sedang.
i.
Bayi lahir dengan
persalinan dengan tindakan
Namun ada penambahan indikator pemantauan namun belum umun
diaplikasikan di wilayah kerja disesuaikan dengan keadaan wilayah
masing-masing. Adapun penambahan itu adalah :
6.
Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
bayi, sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian
hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. Pelayanan kesehatan
tersebut meliputi :
b. Pemberian imunisasi
dasar (BCG, Polio 1 s.d 4, Hepatitis B1 s/d 3, dan Campak).
c. Stimulasi deteksi
intervensi tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
d. Pemberian vitamin A
100.000 IU 6-11 bulan).
e. Konseling ASI Eksklusif
dan pemberian makanan pendamping ASI.
f. Konseling pencegahan
hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah.
g. Penanganan dan rujukan kasus.
Pelaksanaan kesehatan
bayi :
h. Kunjungan bayi antara
umur 29 hari-3 bulan.
i.
Kunjungan bayi antara umur 3-6 bulan.
j.
Kujungan bayi antara 6-9 bulan.
k. Kunjungan bayi antara
umur 9-11 bulan
7.
Pelayanan Kesehatan
Balita
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan
terhadap anak yang berumur 12-59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga
keshatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sector lain,
yang meliputi :
d. Pelayanan pemantauan
pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam buku KIA/KMS, dan pelayanan
stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) serta mendapat
Vitamin A 2 kali dalam setahun.
e. Pelayanan SDIDTK
meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali per tahun (setiap 6 bulan).
f. Suplementasi Vitamin A
dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali per tahun.
g. Kepemilikan dan
pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.
8.
Pelayanan KB berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan
standar dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan
derajat kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB
bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan
menggunakan metode kontrasepsi. Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan
peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan
peningkatan aspek kualitas, teknis, dan aspek manajerial pelayanan KB.
Aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standar dan
variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan
klinis dan non klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial,
pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi
program KB dan system pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. Tenaga kesehatan
yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
C.
Batasan PWS-KIA
1.
Pelayanan Antenatal
Pelayanan
antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama
masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan. Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal
adalah “5T/7T”.
2.
Penjaringan (Deteksi)
Dini Kehamilan Beresiko
Kegiatan
ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader,
dukun bayi, dan tenaga kesehatan.
3.
Kunjungan Ibu Hamil
Kontak
ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal
sesuai standar yang ditetapkan. Istilah “kunjungan” disini tidak mengandung
arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap
kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah)
dengan ibu hamil untuk memberikan
pelayanan antenatal sesuai standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
4.
Kunjungan Baru Ibu Hamil
(K1)
Adalah
kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
5.
Kunjungan Ulang
Adalah
kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan
berlangsung.
6.
K4
Adalah
kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau lebih), untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat :
a. Minimal satu kali kontak
pada trimester I
b. Minimal satu kali kontak
pada trimester II
c. Minimal dua kali kontak
pada trimester III
7.
Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal
dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan dan
pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas
(termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan ketentuan :
a. Kunjungan pertama kali
pada hari pertama sampai dengan hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).
b. Kunjungan kedua kali
pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-28.
c. Pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.
8.
Cakupan Akses
Adalah
persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah
mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama
kehamilan. Cara menghitungnya adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil
dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah kerja dalam
kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.
9.
Cakupan Ibu Hamil (K4)
Adalah
persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit 4 kali dengan
trimester I, 1 kali pada trimester ke II dan 2 kali pada trimester ke III. Cara
menghitungnya adalah sbb : (Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi
jumlah sasaran ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
10.
Sasaran Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu
hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh
dengan berbagai cara yaitu :
a. Angka sebenarnya, yang
diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
b. Angka perkiraan, yaitu
memakai rumus : = angka kelahiran kasar (CBR) x 1.1 x jumlah penduduk setempat
; dengan pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari kabupaten
setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
11.
Cakupan Pertolongan
Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu
bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong persalinannya oleh tenaga
kesehatan.
12.
Cakupan Penjaringan Ibu
Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Adalah persentase ibu
hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian dirujuk
ke puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
13.
Cakupan Penjaringan Ibu
Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu
hamil beresiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader/
dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian
ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
/atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu
tertentu.
14.
Ibu Hamil Beresiko
Adalah ibu hamil yang
mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
15.
Cakupan Kunjungan
Neonatal (KN)
Adalah persentase
neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal
dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari
ketujuh dan satu kali pada hari kedelapan sampai dengan hati keduapuluh
delapan.
D.
Indikator PWS-KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai
untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan
pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA, yaitu :
1.
Akses pelayanan
antenatal (cakupan K1)
Indikator
akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk
perhitungannya adalah :
Jumlah kunjungan baru
(K1) ibu hamil
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
|
2.
Cakupan Pelayanan Ibu
Hamil ( Cakupan K4 )
Indikator
ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan
tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus
:
Jumlah kunjungan ibu
hamil (K4)
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
|
3.
Cakupan Persalinan Oleh
Tenaga Kesehatan
Indikator
ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan
dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan secara profesional.
Rumus
:
Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun
|
4.
Penjaringan (Deteksi)
Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Indikator
ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan
deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
Rumus
:
Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk
oleh dukun bayi/kader
ketenagakesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
|
5.
Penjaringan ( Deteksi)
Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator
ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan
harus ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.
Rumus
:
Jumlah ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan
dan atau dirujuk oleh dukun bayi dan
kader
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
|
6.
Cakupan Pelayanan
Neonatal (KN) Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator
ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus
:
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan kesehatan
minimal 2 kali oleh tenaga kesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam 1 tahun
|
E.
Cara Membuat Grafik
PWS-KIA
PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap
indikator yang dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap
bulan. Dengan demikian tiap bulannya dibuat 6 grafik, yaitu :
1. Grafik cakupan K1.
2. Grafik cakupan K4.
3. Grafik cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
4. Grafik penjaringan ibu
hamil beresiko oleh masyarakat.
5. Grafik penjaringan ibu
hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.
6. Grafik cakupan neonatal
oleh tenaga kesehatan
Semuanya itu dipakai untuk alat pemantauan
program KIA, dapat dimanfaatkan juga untuk alat motivasi dan komunikasi lintas
sektor. Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS-KIA untuk tingkat
Puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk desa. Langkah-langkah pokok dalam
pembuatan grafik PWS-KIA :
1.
Pengumpulan Data
Data
yang diperlukan untuk menghitung tiap indikator diperoleh dari catatan ibu
hamil per desa, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi,
kegiatan pemantauan ibu hamil per desa, catatan posyandu, laporan dari
bidan/dokter praktek swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
2.
Pengelolaan Data
Sebagai
contoh dalam menggambarkan grafik PWS-KIA untuk bulan juni 2012, maka data yang
diperlukan adalah :
a. Cakupan kumulatif per
desa.
b. Cakupan bulan (Juni
2012) untuk keenam indikator.
c. Cakupan bulan lalu (Mei
2012).
Di bawah ini contoh perhitungan/pengelolaan data
untuk cakupan K1 dan K4 :
a. Perhitungan untuk
cakupan K1 (akses)
1) Pencapaian kumulatif per
desa
Pencapaian
cakupan kumulatif ibu hamil baru per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran
ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian bulan ini per
desa
Pencapaian
sasaran ibu hamil per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per
desa selama 1 tahun dikali 100%.
3) Pencapaian bulan lalu
per desa
Pencapaian
cakupan ibu hamil baru per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil
per desa selama 1 tahun dikali 100%.
b. Perhitungan untuk
cakupan K4
1) Pencapaian kumulatif per
desa
Pencapaian
cakupan kumulatif kunjungan ibu hamil (K4) per desa (januari s/d juni 2012) per
sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian bulan ini
Pencapaian
cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan juni 2012 per sasaran
ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
3) Pencapaian bulan lalu
Pencapaian
cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan mei 2012 per sasaran ibu
hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%. Cara untuk keempat indikator lainnya
sama dengan perhitungan di atas.
F.
Penggambaran Grafik
PWS-KIA
Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat
grafik PWS-KIA (dengan menggunakan indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut
:
1. Menentukan target rata-rata
per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu Y).
2. Hasil perhitungan
pencapaian kumulatif cakupan K1 s/d bulan juni dimasukkan ke dalam jalur %
kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah
kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas
dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
3. Nama desa bersangkutan
dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif masing-masing desa
yang dituliskan pada butir b diatas.
4. Hasil perhitungan pencapaian
bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei)
untuk tiap desa dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
5. Gambar anak panah
dipergunakan untuk mengisi lajur Trend. Bila pencapaian cakupan bulan ini lebih
besar dari pencapaian cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah yang
menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari
cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan ke bawah, sedangkan
untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).
G.
Analisis dan Tindak Lanjut
PWS-KIA
Grafik PWS-KIA perlu dianalisis dan ditafsirkan, agar dapat
diketahui desa mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang
perlu dilakukan.
BAB III
ISI
A. Kasus
Desa Weton Wetan di Puskesmas Puring tepatnya di
Kabupaten Kebumen memiliki sebuah program yang diprioritaskan yakni program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Tujuan diprioritaskannya program ini adalah
selain karena Puskesmas telah dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas KIA,
namun juga memiliki misi untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Puring.
Kunjungan ibu hamil di wilayah ini masih kurang, karena
banyak sekali pekerja buruh tani dan peternak. Umumnya masyarakat setempat
masih rendahnya sumber daya manusia dan pendidikan sehingga masih takut untuk
datang ke tenaga kesehatan karena biaya dan kepercayaan terhadap budaya
sehingga pemeriksaan kandungan pun tidak dapat rutin dilakukan.
B. Pembahasan
Kendala ini kemudian diatasi dengan cara pendekatan
dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Program KIA di Puskesmas Puring
serta bantuan para kader setempat, terutama Desa Weton Wetan kepada masyarakat
setempat. Para petugas kesehatan mengajak masyarakat di Kelurahan Weton Wetan
supaya memeriksakan kehamilannya secara rutin pada Tenaga Kesehatan (Nakes) sehingga
akan mempermudah proses kelahiran kelak
Menawarkan tabungan ibu hamil kepada para pasien
yang sedang mengandung, yakni tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) yang dikoordinir
oleh seorang Bidan Desa. Namun, sejak program KIA ini ditingkatkan lebih baik sejak
tahun 2008 jumlah kunjungan pun meningkat dan ibu hamil yang berada di wilayah
Puskesmas pun rutin memeriksakan dirinya. Seperti yang tercatat di P2KPUSK
Puring yakni pada tahun 2015 bulan Juni.
|
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk
melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus,
agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Tujuan
PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus
menerus. Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.Ditetapkan 6
indikator PWS-KIA yaitu:
1. Akses pelayanan
antenatal ( cakupan K1 ).
2. Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 ).
3. Cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan.
4. Deteksi ibu
hamil beresiko oleh masyarakat.
5. Deteksi ibu
hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.
6. Cakupan
pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan
B. Saran
Sebagai seorang bidan
sangat ditekankan akan pelayanan maksimal. Tuntutan seorang bidan sangatlah
berat dan beresiko tinggi terutama pada ibu dan anak. Maka dari itu seorang
bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang sudah ditentukan baik itu penyuluhan
dan lainnya sesuai profesi kebidanan dan diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di komunitas sesuai
dengan kebutuhan masyarakat agar dapat terpenuhi dengan baik
|
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta. : Fitramaya
Hermawan, Lukas, dkk.2009. Pedoman PWS-KIA. Depkes RI : Jakarta
Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC : Jakarta
Runjati. 2010. Asuhan
Kebidanan Komunitas. EGC : Jakarta
LAMPIRAN
A. Profil Bidan
Dalam mengkaji
peran dan fungsi seorang bidan, kami melakukan wawancara dengan Narasumber
seoran bidan yaitu:
Nama : Rita Linda Astutiningsih
Pendidikan Terakhir : DIII KEBIDANAN.
Riwayat Praktek : Puskesmas Puring
Pelayanan yang sering diberikan
: ANC, Persalinan, KB, pemeriksaan BBL, perawatan bayi,
Imunisasi.
Membuka Praktek
Mandiri bernama BPM
Rita Linda Astutiningsih, Amd.Keb
(Rita Linda Astutiningsih, Amd.Keb)
(Gambar 1)
(Gambar 2)
(Gambar 3)
(Gambar 4)