LAPORAN
ASUHAN KEBIDANAN V KOMUNITAS
TENTANG
SURVEILANS
Disusun
Oleh:
1. Dian Rakhmawati (B1301035)
2. Dian
Tikamala (B1301036)
3. Dina
Dwi Septiani (B1301037)
4. Dina
Fransiaka P. (B1301038)
5. Dina
Marlin PH. (B1301039)
6. Dwi
Alfi Mujahidah (B1301040)
7. Dwi
Nugraheni (B1301041)
8. Dwi
Wahyuningsih (B1301042)
9. Dwiki
Endah P. (B1301043)
10. Fitriana Puspita Sari (B1301054)
Kelompok
3
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
GOMBONG
|
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini, yang berjudul “Laporan Asuhan Kebidanan V Komunitas tentang Surveilans“ dengan baik. Laporan ini, dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan dan partisipasi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak
Madkhan Anis, S.Kep,Ns, selaku
ketua STIKes Muhamadiyah Gombong, yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan
di sekolah ini.
2.
Ibu Hastin Ika
Indriyastuti, S.SiT.,MPH, selaku ketua program studi DIII Kebidanan di STIKes Muhamadiyah Gombong, yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan mendapatkan
pengetahuan di sekolah ini.
3.
Bapak Sarwono,
S.KM, selaku
dosen pembimbing yang telah memandu kami dalam penulisan
laporan ini.
4. Serta
semua pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu per-satu.
Penulis menyadari bahwa tiada
sesuatu yang sempurna di dunia ini, begitupun laporan yang telah penulis buat, baik dalam hal isi
maupun penulisannya. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran kecil bagi kemajuan ilmu pengetahuan, baik di Stikes Muhammadiyah
Gombong maupun lingkungan masyarakat.
Kebumen,
7 Juli 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
JUDUL..................................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1
D. Manfaat................................................................................................... 2
BAB II ISI
A. Landasan Teori........................................................................................ 3
B. Tujuan Surveilans.................................................................................... 4
C. Macam-macam Surveilans....................................................................... 4
D. Manfaat Surveilans.................................................................................. 6
E. Pendekatan atau Sumber Data Sureilans................................................. 7
F. Tinjauan tentang Penyakit ISPA.............................................................. 7
BAB
III HASIL
A.
Pengkajian di Desa Weton Wetan........................................................... 9
B. Hasil....................................................................................................... 10
C.
Pembahasan........................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 13
B. Saran...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Surveilans
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus berupa pengumpulan
data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa
yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan
masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan
meningkatkan status kesehatan.
Program
pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan
berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak
balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan
kematian tersebut masih tetap tinggi.
Sementara
menurut pendapat lain dikemukakan, surveilans merupakan sebuah istilah umum
yang mengacu pada observasi yang sedang berjalan, pengawasan berkelanjutan,
pengamatan menyeluruh, pemantauan konstan, serta pengkajian perubahan dalam
populasi yang berkaitan dengan penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, atau
kecenderungan kematian, untuk itu, penulis membuat makalah ini bertujuan untuk
memberikan sedikit pembelajaran tentang surveilans.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian surveilans?
2. Sebutkan jenis-jenis surveilans?
3. Apa saja manfaat surveilans?
4. Bagaimana distribusi penyakit ISPA
berdasarkan jenis kasus?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian surveilans.
2. Mengetahui jenis surveilans.
3. Mengetahui manfaat surveilans.
4.
|
D. Manfaat
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan sebagai bahan tambahan pengetahuan
surveilans bagi peneliti selanjutnya tentang gambaran distribusi penyakit ISPA.
BAB II
ISI
A. Landasan Teori
Surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah
suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus berupa pengumpulan data
secara sistematik, analisis, dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa
yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan
masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan
meningkatkan status kesehatan (German,2001).
Data yang
dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan :
1. Sebagai
pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting
kesehatan masyarakat.
2. Mengukur
beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk identifikasi
populasi resiko tinggi.
3. Memonitor
kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya,
termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemik.
4. Sebagai
pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program.
5. Mengevaluasi
kebijakan-kebijakan public.
6. Memprioritaskan
alokasi sumber daya kesehatan dan menyediakan suatu dasar untuk penelitian
epidemiologi lebih lanjut.
Menurut German (2001), surveilans kesehatan
masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara terus-menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan
interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk
digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka
kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.
|
B. Tujuan Surveilans
Surveilans bertujuan
memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga
penyakit, dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:
1.
Memonitor
kecenderungan (trends) penyakit.
2.
Mendeteksi
perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
outbreak.
3.
Memantau
kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada
populasi.
4.
Menentukan
kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan
evaluasi program kesehatan.
5.
Mengevaluasi
cakupan dan efektivitas program kesehatan.
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset.
C. Macam-macam
Surveilans
1. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance)
mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan
penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning,
sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.
Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak
dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh
suatu kasus penyakit menular selama periode menular.
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi
penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap
laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus
perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance)
melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan
deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa
diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati
indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala,
tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber,
sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
4. Surveilans
Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk
mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang
ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan
deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang
mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik.
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/
provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans
terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan
fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian
penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan
perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu. Karakteristik
pendekatan surveilans terpadu:
1. Memandang
surveilans sebagai pelayanan bersama (common services).
2. Menggunakan
pendekatan solusi majemuk.
3. Menggunakan
pendekatan fungsional, bukan structural.
4. Melakukan
sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis
data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya).
5. Mendekatkan
fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan
terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan
surveilans yang berbeda.
6. Surveilans
Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad
modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi
penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para
praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.
Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik
penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun
penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS,
flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan
aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan
ekonomi.
D. Manfaat
Surveilans
Manfaat surveilans sebagai berikut:
1. Memperkirakan besarnya
masalah kesehatan yang penting.
2. Sebagai gambaran
perjalanan alami suatu penyakit.
3. Dokumentasi, distribusi,
dan penyebaran peristiwa kesehatan.
4. Bermanfaat untuk
epidemiologi dan penelitian laboratorium.
5. Untuk keperluan
evaluasi pengendalian dan pencegahan.
6. Dapat memperkiraan
perubahan dalam praktek kesehatan, dan sebagai perencanaan
E. Pendekatan atau Sumber Data Surveilans
Berdasarkan pendekatan sumber data surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:
1. Surveilans pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif,
dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi
kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena
tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal.
2. Surveilans aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans
untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter
dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan
mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus
(case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans
aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas
yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu,
surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans
aktif lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif sistem
surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.
F.
Tinjauan tentang Penyakit ISPA
1. Pengertian ISPA
Infeksi
saluran napas akut
dalam baha9sa Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) atau URI
dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring.
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300
jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah
dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
3. Klasifikasi
ISPA
Klasifikasi
ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. ISPA ringan:
Satu atau lebih dari tanda berikut: batuk, pilek, serak.
b. ISPA sedang:
Pernafasan cepat lebih dari 50 per menit.
c. ISPA berat:
Penarikan dada kedalam (Chest
Indrawing).
4. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penatalaksanaan
infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-langkah pencegahan dan
pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menurunkan angka
kejadian ISPA antara lain:
a. Menjaga
keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya tahan yang optimal
untuk melawan segala macam agen infeksi yang dapat menyebabkan seseorang jatuh
sakit.
b. Imunisasi.
Vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi beberapa jenis virus
seperti influenza dan pneumonia. Namun, saat ini masih kontroversial mengenai
efektivitas pemberian vaksinasi pada usia lanjut yang berhubungan dengan
penurunan fungsi limfosit B pada kelompok geriatri.
c. Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi risiko terjadinya
penyebaran agen infeksi dari luar.
d. Menghindari
berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah penularan infeksi dari invidu
satu ke individu lainnya.
BAB III
HASIL
A. Pengkajian di Desa Weton Wetan
Berdasarkan pengkajian di Desa Weton Wetan RT 03 RW
02 Kecamatan Puring ditemukan jumlah masyarakatnya ada 39 KK, 147 jiwa, yang
terbagi menjadi jenis kelamin laki – laki 69 jiwa dan perempuan 78 jiwa.
Berdasarkan umur 0-5 tahun ada 8 orang, 6-12 tahun ada 19 orang, 13-21 tahun
ada 26 orang, 22-35 tahun ada 33 orang, 36-50 tahun 40 orang dan lansia 21
orang. Penyakit pada bulan Januari 2015 terakhir ini menderita ISPA 23 kasus,
Hipertensi 9 kasus Diare 3 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 5 kasus, Mata 1 kasus,
Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus.
Penyakit pada bulan Februari 2015 terakhir ini
menderita ISPA 25 kasus, Hipertensi 9 kasus Diare 3 hasus, Asma 3 hasus,
Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, Demam 8 kasus dan
Peritonitis 1 kasus. Penyakit pada bulan Maret 2015 terakhir ini menderita ISPA
26 kasus, Hipertensi 9 kasus Diare 2
hasus, Asma 3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1
kasus, Demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus. Penyakit pada bulan April 2015
terakhir ini menderita ISPA 27 kasus,
Hipertensi 8 kasus Diare 2 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus,
Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus.
|
Kebiasaan masyarakat Desa Weton Wetan RT 3 RW 2 suka
membuang sampah di sungai tidak ada, di penampungan ada 39 KK. Masyarakat
tersebut mengolah sampah dengan cara dibakar ada 32 KK, ditimbun ada 2 KK dan
dijadikan pupuk ada 5 KK. Dari pengamatan didapatkan bahwa ada 21 KK yang mana
fentilasinya baik, 17 KK fentilasinya cukup, dan 1 KK fentilasinya kurang. Masyarakat yang mempunyai hewan ternak ada 28
KK dan yang tidak memiliki hewan ternak ada 11 KK. Pengetahuan masyarakat
tentang fasilitas kesehatan ada 16 KK yang berobat di bidan, 3 KK yang berobat
di Rumah sakit, dan yang berobat dokter praktek ada 2 KK, sisanya di mantri.
Dari hasil observasi mengenai status gizi ditemukan dari balita ada 8 balita, 6
balita diantaranya hijau, 2 balita
kuning dan yang berada digaris merah tidak ada. Kemudian yang menyusu ASI
sampai umur 2 tahun ada 5 orang balita dan 3 orang balita tidak ditetekin
sampai umur 2 tahun. Dari status imunisasi balita, 7 balita status imunisasinya
lengkap dan 1 balita belum lengkap.
B. Hasil
Dari hasil pengkajian di Desa Weton Wetan RT 03 RW
02 Kecamatan Puring tahun 2015 tentang Epidemologi Lansia Bulan Januari sampai bulan
Juni
menunjukkan penyakit pada bulan Januari 2015 terakhir ini menderita ISPA 23
kasus, Hipertensi 9 kasus Diare 3 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 5 kasus, Mata 1
kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus.
Penyakit pada bulan Februari 2015 terakhir ini menderita ISPA 25 kasus,
Hipertensi 9 kasus Diare 3 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus,
Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, Demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus. Penyakit
pada bulan Maret 2015 terakhir ini menderita ISPA 26 kasus, Hipertensi 9 kasus Diare 2 hasus, Asma
3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, Demam 8
kasus dan Peritonitis 1 kasus.
Penyakit pada bulan April 2015 terakhir ini
menderita ISPA 27 kasus, Hipertensi 8
kasus Diare 2 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus,
Rematik 1 kasus, demam 8 kasus dan Peritonitis 1 kasus. Penyakit pada bulan Mei
2015 terakhir ini menderita ISPA 28
kasus, Hipertensi 7 kasus Diare 2 hasus, Asma 3 hasus, Lambung 3 kasus,
Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, demam 8 kasus dan Peritonitis 1
kasus. Penyakit pada bulan Juni 2015 terakhir ini menderita ISPA 30 kasus, Hipertensi 5 kasus Diare 2 hasus, Asma
3 hasus, Lambung 3 kasus, Mata 1 kasus, Gigi 2 kasus, Rematik 1 kasus, demam 8
kasus dan Peritonitis 1 kasus. Melihat hal tersebut di atas kemungkinan akan
terjadi masalah penyakit karena lingkungan yang kurang bersih.
No
|
Jenis Epidemiologi
|
||||||
|
Januari
|
Februari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
|
1
|
ISPA
|
23
|
25
|
26
|
27
|
28
|
30
|
2
|
Hipertensi
|
9
|
9
|
9
|
8
|
7
|
5
|
3
|
Diare
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
4
|
Asma
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
5
|
Lambung
|
5
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
6
|
Mata
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
7
|
Gigi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
8
|
Rematik
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
9
|
Demam
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
10
|
Peritonitis
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
C. Pembahasan
Distribusi
Penyakit ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex)
adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana
atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan
keberlangsungan spesies itu (German,2001). Berdasarkan data yang diperoleh pada
bulan Juli 2015 menunjukan bahwa kejadian ISPA pada lansia lebih banyak terjadi
pada perempuan yaitu 35 kasus (63%) sedangkan laki-laki 21 kasus (37%).
Menurut
teori laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan perempuan tetapi menurut fakta
dilapangan bahwa perempuanlah yang beresiko terkena ISPA dikarenakan perempuan
rentan terkena polusi rumah tangga yang dihasilkan oleh bahan bakar masak yang
paling banyak menghasilkan asap. Seperti dan arang yang dipakai oleh perempuan
atau ibu rumah tangga untuk memasak. Alasan mereka menggunakan kayu bakar
karena stok bahan bakas minyak khususnya minyak tanah mulai langka dan juga ada
faktor ketakutan untuk memakai gas elfiji.
Kasus yang sama terjadi pada bulan Juni 2015 kasus terbanyak pada perempuan sebanyak 33 kasus(59%) dan laki-laki
yaitu 23 kasus(41%). Tetapi data ini tidak selaras dengan hasil analisis data
kegiatan SIBI (surveilans ISPA berat di indonesia) pada bulan juni yang
menyatakan bahwa laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan perempuan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surveilans adalah kegiatan pengamatan secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan
serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Dikenal beberapa jenis surveilans:
Surveilans Individu, surveilan penyakit, surveilans sinromik dll. Surveilans bertujuan memberikan
informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan
faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatan dengan lebih efektif.
Menurut cara
memperolehnya, sumber data surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: surveilans
pasif dan surveilans aktif.
Berdasarkan
data yang diperoleh pada bulan Juni 2015 menunjukan bahwa kejadian ISPA lebih
banyak terjadi pada perempuan yaitu 35 kasus (63%) sedangkan laki-laki 21 kasus
(37%). Kasus yang sama terjadi pada bulan Juni 2015 kasus terbanyak pada perempuan
yaitu 33 kasus (54%) dan laki-laki yaitu 23 kasus (41%). Kasus ISPA meningkat
dari bulan Januari sampai bulan Juni.
B. Saran
Surveilans kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan
dalam perencanaan dan penanggulangan penyakit terutama dalam penanggulangan
wabah. Maka dari itu dalam pengoperasian data surveilans haruslah relevan dan
akurat sehingga dalam pengambilan keputusan menjadi tepat sasaran.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Bustan. 2006. Pengantar
Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta. Pustaka
German. 2001. Ilmu Kesehatan Masyarakat
Surveilans Epidermiologi Sebuah
Pengantar.
Jakarta: Media Pustaka
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
Atfabeta.
Sutrisna, Bambang. 1986. Pengantar
Metoda Epidemiologi. Jakarta: PT. Dian
Rakyat
Wahyudin. 2010. Buku Ajar
Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar