Kamis, 06 Agustus 2015

Makalah PWS KIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan msyarakat yang setinggi tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA-nya masih rendah ataupun wilayah yang membutuhkan penanganan atau tindak lanjut secara khusus.
Penyajian PWS-KIA dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait yang berkaitan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa penyajian PWS-KIA berkaitan langsung dengan masyarakat setempat, khususnya aparat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA, maupun dalam membantu memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi. Dalam hal ini adalah sumber daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian PWS KIA?
2.    Bagaiana cara melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA?
3.    Apa prinsip program KIA?
4.   
1
 
Bagaimana analisis dan tindak lanjut PWS KIA?
C.  Tujuan
1.    Mengetahui pengertian PWS KIA.
2.    Mengetahui cara melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA.
3.    Mengetahui prinsip program KIA.
4.    Mengetahui  analisis dan tindak lanjut PWS KIA.
D.  Manfaat
1.    Manfaat Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA.
2.    Manfaat Bagi Bidan
Diharapkan bidan lebih memahami dalam melakukan pemantauan KIA dengan PWS KIA di masyarakat sehingga membantu mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi dapat tercipta masyarakat desa yang mandiri dan sehat.

  















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang berfungsi membina peran serta masyarakat sebagi pusat pembangunan kesehatan masyarakat. Manajemen yang baik merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi puskesmas. Fungsi manajemen tersebut, terutama dalam hal monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian) keberhasilan program puskesmas. Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Program kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, sehingga dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa dengan cakupan pelayanan KIA yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
B.  Prinsip Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada kegiatan-kegiatan pokok, sebagai berikut :
1.   
3
 
Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
2.    Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara bertahap.
3.    Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya secara terus-menerus.
4.    Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.
5.    Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.
Prinsip pengelolaan PWS KIA meliputi beberapa hal yang mencakup indikator ketercapaian program PWS KIA. Adapun indikator tersebut adalah :
1.    Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling). Akan tetapi dalam penerapan sehari-hari pelayanan antenatal secara minimal terstandar sehingga dapat diakui sebagai bentuk pelayanan antenatal. Dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal “5T” yang terdiri dari :
a.    Timbang badan dan ukur tinggi badan dengan alat ukur terstandar.
b.    (Ukur) Tekanan darah dan prosedur yang benar.
c.    (Ukur) Tinggi fundus uteri dengan prosedur yang benar.
d.   (Pemberian imunisasi) tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai jadwal).
e.    (Pemberian) Tablet tambah Darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Seiring berjalannya waktu pasti akan ada tuntutan peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. Salah satu dari hal tersebut adalah pada beberapa wilayah standar minimal pemeriksaan antenatal tidak lagi “5T” tetapi menjadi “7T”, yaitu 5T ditambahkan dengan :
f.       Tes laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku beresiko dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, cacingan dan thalasemia.
g.    Temu wicara (konseling)
Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan tidak dapat dilakukan oleh dukun bayi. Ditetapkan pula frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagai berikut :
a.    Minimal satu kali pada trimester I
b.    Minimal satu kali pada trimester II
c.    Minimal dua kali pada trimester III
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan antenatal. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada pemberi asuhan antenatal dalam menangani kasus resiko tinggi yang ditemukan.
2.    Pertolongan Persalinan
Program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat, yaitu : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. Meskipun demikian, di daerah terpencil masih banyak juga penolong persalinan yang berasal dari keluarga ataupun masyarakat yang dipercaya dapat manolong persalinan. Pada prinsipnya, penolong persalinan baik yang dilakukan di rumah klien maupun di sarana kesehatan seperti  bidan praktik swasta (BPS), klinik, puskesmas dan sarana kesehatan lain, harus tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    Sterilitasi/pencegahan infeksi.
b.    Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan.
c.    Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan lebih tinggi.
Penempatan bidan di desa diharapkan secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan terus meningkat. Selain itu diharapkan pula masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan aman.
3.    Deteksi Dini Ibu Hamil Beresiko
Menurunkan angka kematian ibu secara bermakna maka deteksi dini dan penanganan ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu difokuskan kepada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi juga oleh masyarakat atau tenaga non kesehatan yang tidak berwenang.
Resiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Semakin cepat diketahuinya adanya resiko tinggi/komplikasi semakin cepat akan mendapatkan penanganan yang semestinya. Sehingga angka kematian ibu secara signifikan dapat diturunkan. Faktor resiko ibu hamil diantaranya :
a.    Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b.    Anak lebih dari 4.
c.    Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
d.   Tinggi badan kurang dari 145 cm.
e.    Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas < 23,5 cm.
f.           Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.
g.    Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h.    Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (diabetes melitus, sistemik lupus erritematosus dll), tumor dan keganasan.
i.        Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital.
j.        Riwayat persalinan beresiko : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/forseps.
k.    Riwayat nifas beresiko : perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, psikosis postpartum (post partum blues).
l.        Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
Semakin banyak ditemukan faktor resiko pada seorang ibu hamil, maka semakin tinggi resiko kehamilannya. Resiko tinggi/komplikasi kebidanan meliputi :
a.    Hb kurang dari 8 gr%.
b.    Tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmHg, diastole  > 90 mmHg.
c.    Oedema yang nyata.
d.   Eklamsia.
e.    Perdarahan pervaginam (abortus imminens, plasenta previa, solusio plasenta).
f.       Ketuban pecah dini.
g.    Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
h.    Letak sungsang pada primigravida.
i.        Infeksi berat/sepsis.
j.        Ancaman persalinan prematur.
k.    Kelainan jumlah janin (kehamilan ganda, kembar siam, dll).
l.        Kelainan besar janin (janin besar, intra uterine growth retardation).
m.  Distosia (persalinan macet, persalinan tak maju).
n.    Perdarahan pasca persalinan : atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan darah.
o.    Infeksi masa nifas.
p.    Penyakit kronis pada ibu. (jantung, paru, ginjal, dll).
q.    Riwayat obstetrik buruk (riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan).
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus resiko tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor resiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu. Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil beresiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan resiko kehamilan yang disandangnya.
4.    Penanganan Komplikasi Kebidanan
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalakan sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera di deteksi dan ditangani. Oleh karena itu ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberi pelayanan obstetric dan neonatal emergensi dasar (PONED). Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu PONED adalah setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 puskesmas mampu PONED. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas PONED meliputi pelayanan obstetric berikut:
a.    Pencegahan dan penanganan perdarahan.
b.    Pencegahan dan penanganan pre-eklamsi dan eklamsi.
c.    Pencegahan dan penanganan infeksi.
d.   Penanganan partus lama/macet.
e.    Pencegahan dan penanganan abortus.
Pelayanan neonatal meliputi :
a.    Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b.    Pencegahan dan penanganan hipotermi.
c.    Pencegahan dan penanganan BBLR.
d.   Pencegahan dan penanganan kejang/ikhterus ringan-sedang.
e.    Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
5.    Pelayanan Kesehatan Neonatal
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Resiko terbesar kematian bayi baru lahir terjadi pada 24 jam pertama, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan ‘’3 bersih’’ (bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat dan alas tempat tidur ibu) dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higienis. Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan komprehensif, manajemen terpadu bayi muda untuk bidan, meliputi :
a.    Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikhterus, diare, bayi berat lahir rendah.
b.    Perawatan tali pusat.
c.    Pemberian Vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir.
d.   Imunisasi Hepatitis B bila belum diberikan pada saat lahir.
e.    Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
f.       Penanganan dan rujukan kasus.
g.    Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0-28 hari) yang dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya 2 kali pada minggu pertama dan 1 kali pada minggu ke 2 setelah lahir.
Pelayanan kesehatan neonatus :
a.    Kunjungan pelayanan kesehatan neonatus.
b.    Kunjungan neonatal hari ke 3 (KN2).
c.    Kunjungan neonatal minggu ke 2 (KN2).
Resiko tinggi neonatal meliputi :
a.    BBLR
b.    Bayi dengan tetanus neonatorum.
c.    Bayi baru lahir dengan asfiksia.
d.   Bayi dengan ikhterus neonatorum (ikhterus > 10 hari setelah lahir).
e.    Bayi baru lahir dengan spesies aves.
f.       Bayi baru lahir dengan berat > 4000 gram.
g.    Bayi pre-term dan post-term.
h.    Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang.
i.        Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan
Namun ada penambahan indikator pemantauan namun belum umun diaplikasikan di wilayah kerja disesuaikan dengan keadaan wilayah masing-masing. Adapun penambahan itu adalah :
6.    Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan bayi, sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
b.    Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1 s.d 4, Hepatitis B1 s/d 3, dan Campak).
c.    Stimulasi deteksi intervensi tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
d.   Pemberian vitamin A 100.000 IU 6-11 bulan).
e.    Konseling ASI Eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI.
f.     Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah.
g.      Penanganan dan rujukan kasus.
Pelaksanaan kesehatan bayi :
h.    Kunjungan bayi antara umur 29 hari-3 bulan.
i.      Kunjungan bayi antara umur 3-6 bulan.
j.      Kujungan bayi antara 6-9 bulan.
k.    Kunjungan bayi antara umur 9-11 bulan
7.    Pelayanan Kesehatan Balita
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang berumur 12-59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga keshatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sector lain, yang meliputi :
d.   Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam buku KIA/KMS, dan pelayanan stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) serta mendapat Vitamin A 2 kali dalam setahun.
e.    Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali per tahun (setiap 6 bulan).
f.     Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali per tahun.
g.    Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.
8.    Pelayanan KB berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis, dan aspek manajerial pelayanan KB.
Aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standar dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan system pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
C.  Batasan PWS-KIA
1.    Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal adalah “5T/7T”.
2.    Penjaringan (Deteksi) Dini Kehamilan Beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan tenaga kesehatan.
3.    Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Istilah “kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu  hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
4.    Kunjungan Baru Ibu Hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
5.    Kunjungan Ulang
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
6.    K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat :
a.    Minimal satu kali kontak pada trimester I
b.    Minimal satu kali kontak pada trimester II
c.    Minimal dua kali kontak pada trimester III
7.    Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas (termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan ketentuan :
a.    Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).
b.    Kunjungan kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-28.
c.    Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.
8.    Cakupan Akses
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara menghitungnya adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.
9.    Cakupan Ibu Hamil (K4)
Adalah persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada trimester ke II dan 2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb : (Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
10.     Sasaran Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara yaitu :
a.    Angka sebenarnya, yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
b.    Angka perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran kasar (CBR) x 1.1 x jumlah penduduk setempat ; dengan pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari kabupaten setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
11.     Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang   ditolong persalinannya oleh tenaga kesehatan.
12.     Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian dirujuk ke puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
13.     Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader/ dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan /atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu tertentu.
14.     Ibu Hamil Beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
15.     Cakupan Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah persentase neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh dan satu kali pada hari kedelapan sampai dengan hati keduapuluh delapan.
D.  Indikator PWS-KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA, yaitu :
1.    Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :

Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil
X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

2.    Cakupan Pelayanan Ibu Hamil ( Cakupan K4 )
Indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus :
Jumlah kunjungan ibu hamil (K4)
X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

3.    Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara profesional.
Rumus :
Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan
X 100 %
Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun

4.    Penjaringan (Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
Rumus :

Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk oleh  dukun bayi/kader ketenagakesehatan
X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
5.    Penjaringan ( Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.

Rumus :
Jumlah ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau dirujuk  oleh dukun bayi dan kader


X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun

6.    Cakupan Pelayanan Neonatal (KN) Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus :
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan kesehatan minimal 2 kali oleh tenaga kesehatan


X 100 %
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam 1 tahun

E.  Cara Membuat Grafik PWS-KIA
PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan. Dengan demikian tiap bulannya dibuat 6 grafik, yaitu :
1.    Grafik cakupan K1.
2.    Grafik cakupan K4.
3.    Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
4.    Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat.
5.    Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.
6.    Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan
Semuanya itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, dapat dimanfaatkan juga untuk alat motivasi dan komunikasi lintas sektor. Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS-KIA untuk tingkat Puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk desa. Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA :

1.    Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk menghitung tiap indikator diperoleh dari catatan ibu hamil per desa, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per desa, catatan posyandu, laporan dari bidan/dokter praktek swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
2.    Pengelolaan Data
Sebagai contoh dalam menggambarkan grafik PWS-KIA untuk bulan juni 2012, maka data yang diperlukan adalah :
a.    Cakupan kumulatif per desa.
b.    Cakupan bulan (Juni 2012) untuk keenam indikator.
c.    Cakupan bulan lalu (Mei 2012).
Di bawah ini contoh perhitungan/pengelolaan data untuk cakupan K1 dan K4 :
a.    Perhitungan untuk cakupan K1 (akses)
1)   Pencapaian kumulatif per desa
Pencapaian cakupan kumulatif ibu hamil baru per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2)   Pencapaian bulan ini per desa
Pencapaian sasaran ibu hamil per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
3)   Pencapaian bulan lalu per desa
Pencapaian cakupan ibu hamil baru per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
b.    Perhitungan untuk cakupan K4
1)   Pencapaian kumulatif per desa
Pencapaian cakupan kumulatif kunjungan ibu hamil (K4) per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2)   Pencapaian bulan ini
Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
3)   Pencapaian bulan lalu
Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan mei 2012 per sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%. Cara untuk keempat indikator lainnya sama dengan perhitungan di atas.
F.   Penggambaran Grafik PWS-KIA
Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan menggunakan indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut :
1.    Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu Y).
2.    Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 s/d bulan juni dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
3.    Nama desa bersangkutan dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.
4.    Hasil perhitungan pencapaian bulan ini (Juni) dan bulan lalu  (Mei) untuk tiap desa dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
5.    Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur Trend. Bila pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari pencapaian cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan ke bawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).
G. Analisis dan Tindak Lanjut PWS-KIA
Grafik PWS-KIA perlu dianalisis dan ditafsirkan, agar dapat diketahui desa mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.


BAB III
ISI

A.  Kasus
Desa Weton Wetan di Puskesmas Puring tepatnya di Kabupaten Kebumen memiliki sebuah program yang diprioritaskan yakni program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Tujuan diprioritaskannya program ini adalah selain karena Puskesmas telah dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas KIA, namun juga memiliki misi untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Puring.
Kunjungan ibu hamil di wilayah ini masih kurang, karena banyak sekali pekerja buruh tani dan peternak. Umumnya masyarakat setempat masih rendahnya sumber daya manusia dan pendidikan sehingga masih takut untuk datang ke tenaga kesehatan karena biaya dan kepercayaan terhadap budaya sehingga pemeriksaan kandungan pun tidak dapat rutin dilakukan.
B.  Pembahasan
Kendala ini kemudian diatasi dengan cara pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Program KIA di Puskesmas Puring serta bantuan para kader setempat, terutama Desa Weton Wetan kepada masyarakat setempat. Para petugas kesehatan mengajak masyarakat di Kelurahan Weton Wetan supaya memeriksakan kehamilannya secara rutin pada Tenaga Kesehatan (Nakes) sehingga akan mempermudah proses kelahiran kelak
Menawarkan tabungan ibu hamil kepada para pasien yang sedang mengandung, yakni tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) yang dikoordinir oleh seorang Bidan Desa. Namun, sejak program KIA ini ditingkatkan lebih baik sejak tahun 2008 jumlah kunjungan pun meningkat dan ibu hamil yang berada di wilayah Puskesmas pun rutin memeriksakan dirinya. Seperti yang tercatat di P2KPUSK Puring yakni pada tahun 2015 bulan Juni.




19
 
 
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus. Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu:
1.    Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 ).
2.    Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 ).
3.    Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
4.    Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat.
5.    Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.
6.    Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan
B.  Saran
Sebagai seorang bidan sangat ditekankan akan pelayanan maksimal. Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan beresiko tinggi terutama pada ibu dan anak. Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang sudah ditentukan baik itu penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan dan diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat  di komunitas sesuai dengan  kebutuhan masyarakat agar dapat terpenuhi dengan baik


27
 
 
DAFTAR PUSTAKA


Aisyah. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta. : Fitramaya


Hermawan, Lukas, dkk.2009. Pedoman PWS-KIA. Depkes RI : Jakarta


Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC : Jakarta


Runjati. 2010.  Asuhan Kebidanan Komunitas. EGC : Jakarta

































LAMPIRAN


A.  Profil Bidan
Dalam mengkaji peran dan fungsi seorang bidan, kami melakukan wawancara dengan Narasumber seoran bidan yaitu:
Nama                                             : Rita Linda Astutiningsih
Pendidikan Terakhir                      : DIII KEBIDANAN.
Riwayat Praktek                           : Puskesmas Puring
 Pelayanan yang sering diberikan   : ANC, Persalinan, KB, pemeriksaan BBL, perawatan bayi, Imunisasi.
Membuka Praktek Mandiri bernama BPM Rita Linda Astutiningsih, Amd.Keb

(Rita Linda Astutiningsih, Amd.Keb)
(Gambar 1)

(Gambar 2)
(Gambar 3)

(Gambar 4)