MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI,
DAN BALITA
NEONATUS RISIKO TINGGI
DAN PENATALAKSANAAN
Disusun Oleh :
1.
Dina Dwi Septiani (
B1301037 )
2.
Dina Fransiska P. (
B1301038 )
3.
Dina Marlin P. H. (
B1301039 )
4.
Dwi Alfi Mujahidah (
B1301040 )
5.
Dwi Nugraheni (
B1301041 )
6. Dwi Wahyuningsih (
B1301042 )
7. Dwiki Endah (
B1301043 )
8. Eka Maulindah (
B1301044 )
9. Eka Rianti (
B1301045 )
10. Eka Velly H. (
B1301046 )
KELAS: 2A
KELOMPOK: 3
PROGRAM
STUDI DIII KEBIDANAN
STIKES
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
kami panjatkan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan
izin-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas dari Asuhan
Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Dengan terselesaikannya
makalah ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak Giyatmo,M.Kep, selaku ketua
STIKes Muhamadiyah Gombong, yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan di sekolah ini.
2. Ibu Hastin Ika Indriyastuti,S.SiT.,MPH, selaku
ketua program studi DIII Kebidanan di STIKes Muhamadiyah Gombong, yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan di sekolah ini.
3. Ibu Lutfia
Uli N.,S.ST., selaku
dosen pembimbing yang telah memandu kami dalam penulisan
makalah ini.
4. Ibu Eti
Sulastri,S.ST., selaku dosen
pembimbing yang telah memandu
kami dalam penulisan makalah
ini.
5. Bapak Dr.Rosyidin,Sp.A, selaku
dosen pembimbing yang telah memandu kami dalam penulisan
makalah ini.
6. Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah
ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per-satu.
Penulis menyadari
bahwa tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini, begitupun makalah yang telah
kami buat, baik dalam hal isi maupun penulisannya. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pengetahuan bagi
mahasiswa STIKES Muhammadiyah
Gombong.
Kebumen,
15 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................
2
D. Manfaat..........................................................................................................
2
BAB II ISI
A. Definisi BBLR...............................................................................................
3
B. Etiologi...........................................................................................................
3
C. Patofisiologi...................................................................................................
4
D. Manifestasi
Klinis..........................................................................................
4
E. Komplikasi.....................................................................................................
5
F. Penatalaksanaan..............................................................................................
6
G. Cara
Perawatan Bayi dalam Inkubator..........................................................
8
H. Definisi
Asfiksia Neonatorum.......................................................................
9
I. Penyebab
Asfiksia Neonatorum......................................................................
9
J. Tanda dan
Gejala dan Diagnosa pada BBL dengan Asfiksia.........................
10
K. Penilaian Asfiksia pada
BBL.........................................................................
12
M. Penanganan
Asfiksia pada BBL...................................................................
12
N. Definisi
Hipotermia.......................................................................................
16
O. Penyebab
Hipotermia.....................................................................................
18
P. Penanganan
Hipotermia pada BBL................................................................
18
Q. Definisi
Ikterus..............................................................................................
20
R. Klasifikasi......................................................................................................
20
S. Tanda dan
Gejala............................................................................................
21
T. Penyebab........................................................................................................
21
|
V. Penatalaksanaan.............................................................................................
24
W. Definisi
Perdarahan Tali Pusat......................................................................
24
X. Etiologi..........................................................................................................
24
Y. Gejala
Perdarahan Tali Pusat.........................................................................
26
Z. Faktor Resiko.................................................................................................
26
AA. Penatalaksanaan
Perdarahan Tali Pusat......................................................
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
29
B. Saran..............................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28
hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada
masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka
terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan
dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan
oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam
kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal
di dunia pada bulan pertama kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu
pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti BBLR, asfiksia neonatorium,
hipotermia, ikterus, perdarahan tali pusat. Kurang lebih 98% kematian ini
terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah
dengan pencegahan dini dan pengobatan yang tepat (Kusmiyati, 2009).
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada BBLR?
2.
Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorium?
3.
Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Hipotermia?
4.
Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Ikterus?
5.
|
C. Tujuan
1.
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua pembaca.
2.
Mengetahui tentang BBLR.
3.
Mengetahui tentang asfiksia neonatorium.
4.
Mengetahui tentang hipotermia.
5.
Mengetahui tentang ikterus.
6.
Mengetahui tentang perdarahan tali pusat.
D. Manfaat
1.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan penatalaksanaannya BBLR.
2.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan penatalaksanaannya asfiksia
neonatorium.
3.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan penatalaksanaannya hipotermia.
4.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan penatalaksanaannya ikterus.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan
penatalaksanaannya perdarahan tali pusat.
BAB II
ISI
A.
Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang
berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus
dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram
disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan
berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir
rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan
atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).
B. Etiologi
1. Faktor Ibu.
a.
Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
|
b.
Usia ibu
Angka kejadian prematuritas
tertinggi ialah pada usia Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia
ibu muda.
C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan
usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi
berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak
mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu
seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain
yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan
bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi
normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat
daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi
kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang
rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
D. Manifestasi Klinis
Fisik.
a. Bayi kecil
b. Pergerakan kurang dan
masih lemah
c. Kepala lebih besar dari
pada badan
d. Berat badan
E. Komplikasi
1. Sindroma Distress
Respiratori Idiopatik
Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak
konsolidasi paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan
permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir
bayi akan mengalami :
a. Rintihan Waktu Inspirasi
b. Napas Cuping Hidung
c. Kecepatan respirasi leih
dari 70/ menit
d. Tarikan waktu inspirasi
pada sternum ( tulang dada )
Nampak gambaran sinar- X dada yang khas
bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah menunjukkan :
a. Kadar oksigen arteri
menurun
b. Konsentrasi CO2
meningkat
c. Asidosis metabolic
Pengobatan dengan oksigen yang dilembabkan,
antibiotika, bikarbonas intravena dan makanan intravena. Mungkin diperlukan
tekanan jalan positif berkelanjutan menggunakan pipa endotrakea. Akhirnya
dibutuhkan pernapasan buatan bila timbul gagal napas dengan pernapasan tekanan
positif berkelanjutan.
2. Takipnea selintas pada
bayi baru lahir
Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi
cukup bulan teteap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan
takipnea. Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda-
tanda distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir.
Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir
normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress
respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma
distress respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.
3. Fibroplasias retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri
berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan
pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan
menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan
lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah
konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau
oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen
arteri bayi.
4. Serangan Apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan
fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan
intracranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea.
Dengan menggunakan pemantau apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan
pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai
serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau
minggu. Perangsang pernapasan seperti aminofilin mungkin bermanfaat.
5. Enterokolitis Nekrotik
Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang
bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar.
Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus
dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan
gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan
pemberian makanan intravena. Mungkin diperlukan pembedahan.
F. Penatalaksanaan
Mengingat belum
sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan
serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu
oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1.
Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan
panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas
oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga
panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka
suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi
dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak
ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi
air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
2.
Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
3.
Menghindari Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi,
karena daya tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah
dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik.
G. Cara Perawatan Bayi
dalam Inkubator
Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi
dengan dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suatu
lingkungan yang cukup dengan suhu yang normal. Dalam pelaksanaan perawatan di
dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka. Inkubator tertutup:
1.
Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka
dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka incubator usahakan
suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
2.
Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan
melalui hidung.
3.
Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai
pakaian) untuk memudahkan observasi.
4.
Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan
dan kondisi tubuh.
5.
Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
6.
Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang
hangat kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.
Inkubator terbuka:
1.
Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan
terbuka saat pemberian perawatan pada bayi.
2.
Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan
keseimbangan suhu normal dan kehangatan.
3.
Membungkus dengan selimut hangat.
4.
Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang
lain untuk mencegah aliran udara.
5.
Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas
yang hilang melalui kepala.
6.
Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan
berat badan sesuai dengan ketentuan di bawah ini.
H. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah
ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).
I. Penyebab Asfiksia Neonatorum
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke
bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat
janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor
tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.
Faktor ibu
a.
Preeklampsia dan eklampsia
b.
Pendarahan abnormal (plasenta previa
atau solusio plasenta)
c.
Partus lama atau partus macet
d.
Demam selama persalinan Infeksi
berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42
minggu kehamilan)
2.
Faktor
Tali Pusat
a.
Lilitan tali pusat
b.
Tali pusat pendek
c.
Simpul tali pusat
d.
Prolapsus tali pusat
3.
Faktor
Bayi
a.
Bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan)
b.
Persalinan dengan tindakan
(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.
Kelainan bawaan (kongenital)
d.
Air ketuban bercampur mekonium
(warna kehijauan)
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan.
J. Tanda Gejala dan Diagnosa
pada BBL dengan Asfiksia
1.
Gejala dan
Tanda-tanda Asfiksia
a.
Tidak bernafas atau bernafas
megap-megap
b.
Warna kulit kebiruan
c.
Kejang
d.
Penurunan kesadaran
2.
Diagnosis
Asfiksia
yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian
yaitu :
a.
Denyut
jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke
bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal
itu merupakan tanda bahaya.
b.
Mekonium
dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang
tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c.
Pemeriksaan
pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang
dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan
diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro,
1999)
K. Penilaian Asfiksia pada Bayi
Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru
lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif
berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting, yaitu, penafasan, denyut jantung, warna kulit. Nilai apgar
tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan
mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
M. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru
Lahir
1.
Persiapan
Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain
persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
2 helai kain / handuk. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain,
kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi.
a.
Alat penghisap lendir de lee atau
bola karet.
b.
Tabung dan sungkup atau balon dan
sungkup neonatal.
c.
Kotak alat resusitasi.
d.
Jam atau pencatat waktu.
2.
Penanganan
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a.
Memastikan
saluran terbuka
b.
Meletakkan bayi dalam posisi kepala
defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
c.
Menghisap mulut, hidung dan kadang
trachea.
d.
Bila perlu masukkan pipa endo
trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
3.
Memulai
pernafasan
a. Memakai
rangsangan taksil untuk memulai pernafasan.
b. Memakai VTP
bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
d. Rangsangan
dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara: Kompresi dada dan pengobatan.
4. Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau
langkah harus didahului dengan persetujuan tindakan medic sebagai langkah
klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :
a.
Siapa ayah atau wali pasien,
sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk menjelaskan tindakan pada
bayi.
b.
Jelaskan tentang diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
c.
Jelaskan bahwa tindakan klinik juga
mengandung resiko.
d.
Pastikan ayah pasien memahami
berbagai aspek penjelasan diatas.
e.
Buat persetujuan tindakan medic,
simpan dalam catatan medic.
5. Tahap I Langkah Awal
Langkah awal diselesaikan dalam 30
detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal dibawah ini cukup untuk
merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi : Jaga bayi tetap hangat
a.
Letakkan bayi diatas kain diatas
perut ibu.
b.
Selimuti bayi dengan kain tersebut,
dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
c.
Pindahkan bayi diatas kain tempat
resusitasi.
Atur posisi
bayi
a.
Baringkan bayi terlentang dengan
kepala didekat penolong.
b.
Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit
ekstensi.
c.
Isap lendir. Gunakan alat penghisap
DeLee dengan cara :
d.
Isap lender mulai dari mulut dulu,
kemudian dari hidung.
e.
Lakukan penghisapan saat alat
penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.
f.
Jangan lakukan penghisapan terlalu
dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm
kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat
dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
g.
Keringkan dan rangsang bayi.
h.
Keringkan bayi mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat
membantu bayi mulai bernafas.
i.
Lakukan rangsang taktil dengan
cara menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung,
perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
j.
Atur kembali posisi kepala bayi dan
selimuti bayi.
k.
Ganti kain yang telah basah dengan
kain kering dibawahnya.
l.
Selimuti bayi dengan kain kering
tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
m. Atur kembali
posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
n.
Lakukan penilaian bayi
o.
Lakukan penilaian apakah bayi
bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
p.
Bila bayi bernafas normal lakukan
asuhan pasca resusitasi.
q.
Bila bayi megap-megap atau tidak
bernafas lakukan ventilasi bayi.
6.
Tahap II
Ventilasi
Ventilasi
adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara
kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
a.
Pasang sunkup
b.
Pasang dan pegang sunkup agar
menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
c.
Ventilasi 2 kali.
d.
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan
tekanan 30 cm air.
Tiupan awal
tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi
terbuka.
e.
Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan
apakah dada bayi mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup
pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi
sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat
lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada mengembang
lakukan tahap berikutnya.
f.
Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
g.
Lakukan tiupan dengan tabung dan
sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm air.
h.
Pastikan dada mengembang saat
dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
i.
Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan
ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
j.
Jika bayi megap-megao atau tidak
bernafas lakukan ventilasi.
k.
Ventilasi, setiap 30 detik hentikan
dan lakukan penilaian ulang nafas.
l.
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30
detik.
m. Hentikan ventilasi
setiap 30 detik.
n.
Lakukan penilaian bayi apakah
bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
o.
Jika bayi sudah mulai bernafas
spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
p.
Jika bayi megap-megap atau tidak
bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian
ulang nafas setiap 30 detik.Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2
menit resusitasi.
q.
Mintalah keluarga untuk
mempersiapkan rujukan.
r.
Teruskan resusitasi sambil
menyiapkan untuk rujukan.
s.
Lakukan ventilasi sambil memeriksa
denyut jantung bayi.
t.
Bila dipastikan denyut jantung bayi
tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10 menit.
u.
Hentikan resusitasi bila denyut
jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya
serta lakukan pencatatan.
v.
Bayi yang mengalami asitol 10 menit
kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
7.
Prinsip-Prinsip
Resusitasi Yang Efektif :
a.
Tenaga kesehatan yang slap pakai dan
terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap
persalinan.
b.
Tenaga kesehatan di kamar bersalin
tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus
melakukannya dengan efektif dan efesien.
c.
Tenaga kesehatan yang terlibat dalam
resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d.
Prosedur resusitasi harus
dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas
dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e.
Segera seorang bayi memerlukan
alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
N. Definisi Hipotermia
Hipotermia yaitu suhu bayi di bawah normal sehingga
menyebabkan bayi kedinginan. Suhu normal pada bayi baru lahir berkisar
36,5°C-37,2°C. Gejala awal hipotermi adalah suhu<36°C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Hipotermi pada bayi dapat berakhir dengan kematian. Bayi
hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang dari 36,50
C). Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru
lahir, terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg. Mekanisme hilangnya
panas pada Bayi baru lahir yaitu :
1. Evaporasi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat
penguapan,contoh:air ketuban yang tidak segera dikeringkan.
2. Konduksi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat
kontak langsung dengan benda dingin,contoh:bayi yang ditimbang tanpa alas.
3. Radiasi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat
memancarnya panas dari tubuh bayi kelingkungan yang lebih dingin.contoh: bayi
tidur dekat AC.
4. Konveksi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat
udara sekitar yang sedang bergerak,contoh:bayi ditidurkan dekat dengan jendela.
Hipotermi dibedakan atas :
1. Stres dingin (36 -36,5° C)
2. Hipotermi sedang (32-36°C) ,tanda-tanda
hipotermia sedang (stress dingin) adalah :
a. Kaki teraba dingin
b. Kemampuan menghisap lemah
c. Aktifitas berkurang (letargi)
d. Tangisan lemah
e. Kulit berwarna tidak rata ( cutis marmorata )
f. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cedera dingin
cold injury
g. Suhu aksila 32 – 36 °C
3. Hipotermi berat(<32°C) Tanda – tanda hipotermia
berat ( cedera dingin). Memiliki tanda-tanda seperti berikut :
a. Sama dengan hipotermia sedang
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
f. Suhu aksila < 32 derajat celcius
g. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan
asidosis metabolic
4. Resiko terjadinya hipotermia dapat terjadi bila :
a. Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
b. Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
c. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
d. Tempat melahirkan yang dingin
e. Umur bayi belum cukup saat dipindahkan / dikirim
untuk rujukan
f. Suhu badan tidak terjaga selama perjalanan Rujukan
g. Asfiksia,hipoksia atau penyakit-penyakit pada bayi
O. Penyebab Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1. Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan,
terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala,
dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan
pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2. Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan
berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5
cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
3. Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis
dan sakit berat.
4. Hipoglikemia
P. Penanganan Hipotermi pada BBL
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
1. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali
meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di
dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2. Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir
dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi
menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih
teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
3. Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang
disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
4. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia,
sehingga bayi harus diberi ASI sedikit – sedikit sesering mungkin . Bila bayi
tidak menghisap, beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 – 80 ml /kg per
hari.
5. Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan
terdekat.
6. Dirujuk ke rumah sakit.
Pencegahan Hipotermi, melakukan tujuh
rantai hangat, yaitu :
1. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering,
bersih, penerangan cukup.
2. Memberi ASI sedini mungkin.
3. Mempertahankan kehangatan pada bayi.
4. Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
5. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan
persalinan / perawatan bayi baru lahir.
Menunda memandikan bayi baru lahir :
1. Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 6 jam.
2. Pada bayi berat badan lahir rendah tunda
memandikannya lebih lama lagi
Komplikasi hipotermi yaitu: Hipoglikemia,asidosis
metabolic,karena vasokontriksi perifer dengan metabolism anaerob,kebutuhan
oksigen yang meningkat,metabolism meningakat sehingga pertumbuhan
terganggu,gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang
menyertai hipotermi berat,syok,apnea,perdarahan intra ventricular. Untuk bayi
diatas 1 tahun dapat dideteksi secara kasat mata dan ada juga yang harus
dideteksi dengan perabaan: dapat dideteksi dengan kasat mata : kondisi bayi
tidak jauh dari bayi neonatus yang kedinginan.Cirinya:cenderung diam saja,kulit
anak terlihat belang-belang,bercak-bercak putih tetapi kulit kemerahan,bibir
dan ujung jari membiru. Dapat dideteksi dengan perabaan : Tangan dan telapak
tangannya teraba dingin,begitu juga dengan telapak kakinya,tubuhnya lebih
dingin dari tubuh kita. Untuk memastikan hasilnya dapat dideteksi dengan
menggunakan thermometer. Atasi kedinginan ini dengan member selimut,suhu
ruangan yang hangat,memberi lampu 60 watt diatas tempat tidurnya.
Q.
Definisi Ikterus
Ikterus neonatal adalah kondisi
munculnya warna kuning dikulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena
adanya bilirubin atau ( pigmen empedu ) pada kulit dan selaput mata sebagai
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah ( hiperbilirubinemia ). Keadaan
kuning pada lahir ini adalah istilah umum sering disebut jaundice.
R.
Klasifikasi
1.
Ikterus fisiologik
Ikterus pada neonates tidak selamanya
merupakan ikterus patologik. Ikterus fisiologik ialah ikterus yang timbul pada
hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus ini
biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat – lambatnya 10 hari
pertama.
Ikterus
dikatakan fisiologik bila :
a.
Timbul pada hari kedua
dan ketiga.
b.
Kadar bilirubin indirek
sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonates cukup bulan dan 10 mg %
pada neonates kurang bulan.
c.
Kecepatan peningkatan
kadar bilirubin tak melebihi 5 mg % per
hari.
d.
Kadar bilirubin direk
tidak melebihi 1 mg %
e.
Ikterus menghilang pada
10 hari pertama
f.
Tidak terbukti
mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2.
Ikterus Patologik
Adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologik atau kadar bilirubinya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Memperhatikan hal yang tersebut diatas jelaslah bahwa
ikterus baru dapat dikatakan fisiologik atau patologik pada saat pasien itu
saat di pulangkan. Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan
berkembangnya menjadi ikterus yang patologik.
S.
Tanda dan Gejala
Gejala
utamanya adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat
pula disertai dengan gejala – gejala :
1.
Dehidrasi
2.
Pucat
3.
Trauma lahir
4.
Metorik atau penumpukan
darah
5.
Letargik
6.
Gejala sepsis lainya
7.
Ptekiae atau bintik
merah dikulit
8.
Mekrosefali atau ukuran
kepala lebih kecil dari normal
9.
Pembesaran hati dan
limfa dan peradangan umbilicus
T.
Penyebab
Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi lahir dapat terjadi
karena beberapa hal, antara lain :
1.
Proses pemecahan sel
darah merah ( eritrosit ) yang berlebihan
2.
Gangguan proses
transportasi pigmen empedu ata ( bilirubin )
3.
Gangguan proses
penggabungan ( konjungsi ) pigmen empedu ( bilirubin ) dengan protein
4.
Gangguan proses
pengeluaran pigmen empedu ( bilirubin ) bersama air
Etiologi
Secara
garis besar etiologi dapat dibagi sebagai berikut :
1.
Produksi yang
berlebihan, lebih daripada kemampuaan bayi untuk mengeluarkanya misalnya pada :
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas, pyruvate kinase, perdarahan
tertutup, dan sepsis.
2.
Gangguan dalam proses
uptake dan konjungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas
hepar, kurangnya substrat untuk konjungsi bilirubi, gangguan fungsi hepar
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronial
transferase.
3.
Gangguan dalam ekskresi
Gangguan
ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan ini
diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
U.
Jenis Ikterus Neonatal
1.
Ikterus Hemolitik
Berat
pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum. Penyakit hemolitik biasanya
disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a.
Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit
ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit terutama terdapat di Negara
barat karena 15 % penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negative. Bayi Rh
positif dari ibu Rh negative tidak selamanya menunjukan gejala – gejala klinik
pada waktu lahir ( 15 – 20 % ). Gejala klinik yang dapat dilihat ialah ikerus
yang timbul di hari pertama.
b.
Inkompatibilitas ABO
Penderita
ikterus akibat hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah ABO lebih
sering ditemukan di indonesi daripada inkompatibilitas Rh. Ikterus dapat
terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak
tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar. Ikterus dapat
menghilang beberapa hari.
c.
Ikterus hemolitik
karena inkompatibilitas golongan darah lain selain inkompatibilitas darah
golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat
inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, M.N dan lain – lain.
d.
Penyakit hemolisis karena
kelainan eritrosit congenital
Dapat
menimbulkan gambaran klinik yang mempunyai eritroblastosis fetalis akibat
iso-imunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negative.
e.
Hemolisis karena
defiensi enzim glukosa-6-phospate dehidrogenase ( G-6-PD deficiency )
2.
Ikterus Obstruktiva
Obstruktiva
dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat
obstruksi ini terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung.
3.
Ikterus yang disebabkan
oleh hal lain
Kadang
– kadang ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan dengan proses hemolisis
atau proses obstruksi. Beberapa keadaan dapat pula menyebabkan ikterus
neonatorum.
a.
Pengaruh hormone atau
obat
b.
Hipoalbuminemia
c.
Adanya zat kimia
d.
Sindroma Criger-Najjar
e.
Ikterus karena Late
Feeding
f.
Asidosis metabolic
g.
Pemakaian Vit. K
h.
Ikterus yang
berhubungan dengan hipotireoidismus
4.
Kens-ikterus
Merupakan
suatu hal yang sangat ditakuti sebagai komplikasi hiperbilirubinemia. Diagnosis
ini dapat dibuat kalau kita waspada terhadap kemungkinan terjadinya. Gejala klinik
biasanya berupa ikterus yang berat, latergia, tidak mau minum, muntah – muntah,
sianosis, opistotonus dan kejang.
V.
Penatalaksanaan
Pada
bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena prose salami atau ( fisiologis )
tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan
hilang dengan sendirinya. Prinsip pengobatan
kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkanya penyebabnya.
1.
Terapi sinar
2.
Terapi transfusi
3.
Terapi obat – obatan
4.
Menyusui bayi dengan
ASI
5.
Terapi sinar matahari
W. Definisi Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa
timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau
kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali
pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.
X. Etiologi
Perdarahan
tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah,
setelah plcenta previa, dan abrupsio placenta.
1.
Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a.
Partus presipitatus
b.
Adanya trauma ataulilitan tali pusat
c.
Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan
pada saat persalianan.
d.
Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding
umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2.
Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a.
Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun
perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam plasenta. Hal ini
sangat berbahaya bagi bayi karna dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b.
Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah.
c.
Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh
darah setempat saja karna salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran
dinding pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah rapuh dan mudah pecah.
3.
Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus
robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya dipikirkan
kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a.
Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak
ada perlindungan jely wharton.
b.
Insersi velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah pada
percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya plasenta. Umbilikus
dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda.
c.
Plasenta multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh darah yang
menghubungkan masing – masing lobus dengan jaringan plasenta karena bagian
tersebut sangat rapuh dan mudah peceah.
4.
Perdarahan akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan
akibat placenta previa dan abrupsio plasenta dapat membahayakan bayi. Plasenta
previa cendrung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih
sering mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia.
Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan
pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala pada
bayi barui lahir dengan kelainan placenta atau dengan SC.
Y. Gejala Perdarahan Tali Pusat
1.
Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat
lepas tapi masih menempel pada tali pusat.
2.
Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3.
Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut
bisa berwarna kuning, hijau, atau darah.
4.
Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.
Z. Faktor Resiko
Faktor-faktor
yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan
mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat
antikoagulan oral (warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin,
karbamazepin), obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis vitamin K
yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang
bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat
terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan
vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang
memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu
asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare
kronik.
AA. Penatalaksanaan
Perdarahan Tali Pusat
1.
Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan
tali pusat yang terjadi.
2.
Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan
pencegahan infeksi pada tali pusat.
3.
Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan
popok di bawah tali pusat.
4.
Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian
bayi sesering mungkin.
5.
Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap
kali Anda mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan alkohol 70%
yang dapat dibeli di apotek.
6.
Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area
bertemunya pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan
menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak menyengat. Bayi akan menangis
karena alkohol terasa dingin. Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat
membantu mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat pengeringan
dan pelepasan tali pusat.
7.
Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi
pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka
terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat adalah jangan menarik
tali pusat, walaupun sudah terlepas setengah bagian.
8.
Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau
pada tali pusat.
9.
Segera lakukan inform consent dan inform choise pada
keluarga pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala.
10.
Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
11.
Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
12.
Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
13.
Bayi menderita demam.
14.
Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar
tali pusat.
15.
Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
16.
Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar
tali pusat.
17.
Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat.
Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
18.
Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun
sudah di tekan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28
hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Banyak
masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan
penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan
anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan
maupun sesudah lahir.
Neonatus risiko tinggi kematian seperti:
BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, dan perdarahan tali pusat.
Untuk mencegah risio tinggi tersebut perlu adanya penatalaksanaan yang baik dan
benar serta ditangani dengan cepat dan perawatan yang intensif.
B. Saran
Mahasiswa harus lebih banyak
belajar tentang neonatus resiko tinggi dan penatalaksanaannya seperti: BBLR, asfiksia
neonatorium, hipotermia, ikterus, dan perdarahan tali pusat untuk menjadi bekal
praktik dilapangan.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Pusdiknakes, 2003. Asuhan
Bayi Baru Lahir. Depkes RI. Jakarta: JHIPIEGO.
tanggal
14 Oktober 2014 )
(Di akses pada tanggal : 14 oktober 2014 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar