Rabu, 15 Oktober 2014

MASALAH-MASALAH / KOMPLIKASI DAN PENYULIT PADA KALA I PERSALINAN SERTA CARA MENGATASINYA



MASALAH-MASALAH / KOMPLIKASI DAN PENYULIT PADA KALA I PERSALINAN SERTA CARA MENGATASINYA

Mekanisme Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala yaitu :
Kala I   : Waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.
Kala II : Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan His ditambah kekuatan mengejan mendorong janin keluar hingga lahir.
Kala III : Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri.
Kala IV : Mulai dari lahirnya uri sampai 1-2 jam.

1.    Terdapat Tanda Partus Lama
Tanda – tanda dari partus lama antara lain :
a.    Fase Laten Memanjang
Fase laten yang memanjang ditandai dari pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi teratur  (lebih dari 2 kali dalam 10 menit)
b.   Fase Aktif Memanjang
Istilah fase aktif memanjang mengacu pada kemajuan pembukaan yang tidak adekuat setelah didirikan diagnosa kala I fase aktif, dengan didasari atas : Pembukaan kurang dari 1 cm per jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan. Kurang dari 1,2 cm per  jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 cm pada multipara. Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Karakteristik Fase Aktif Memanjang :
1)   Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan atau lebih jarang .
2)   Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami kemajuan .
3)   Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan .
Penyebab Fase Aktif Memanjang :
1)   Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
2)   Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
3)   Intensitas kontraksi yang tidak adekuat .
4)   Serviks yang menetap .
5)   Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek).
6)   Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui
Akibat Dari Persalinan Yang Lama
1)   Terhadap Janin
Akibat untuk janin meliputi :
Trauma, asidosis, kerusakan hipoksik, infeksi, peningkatan mortalitas serta morbiditas perinatal.
2)   Terhadap Ibu
Akibat untuk ibu adalah :
Penurunan semangat, kelelahan, dehidrasi, asidosis, infeksi, resiko ruptur uterus, perlunya intervensi bedah meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
Tanda dan Gejala
Diagnosis
Servik tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Belum inpartu
Pebukaan servik tidak melebihi 4cm sesudah 8 jam inpartu dengan his teratur
Fase laten memanjang
Pembukaan servik melewati kanan garis waspada partograf.
         Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit lamanya kurang dari 40 detik.
         Pembukaan servik dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju sedangkan his baik
         Pembukaan servik dan turunya bagian janin yang di presentasi tidak maju dengan takut, terdapat moulase hebat, odema servik, tanda rupture uteri iminen, gawat janin.
         Kelainan presentasi (selain vertek dengan oksiput anterior)
Fase aktif memanjang
·                     Inersia uteri
·                     Disproporsi sefalo pelvik
·                     Obstruksi kepala
·                     Malpretasi atau malposisi
Pembukaan servik lengkap ibu ingin mengejan tapi tidak ada kemajuan penurunan
Kala II lama

Penanganan Umum
1.    Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasi).
2.    Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
 Nilai frekuensi dan lamanya his.
3.    Perbaiki keadaan umum dengan :
Dukungan emosional, perubahan posisi (sesuai dengan penanganan persalinan normal). Periksa keton dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral,dan upayakan buang air kecil (kateterisasi bila perlu).
4.    Berikan analgesik : tramadol atau penitidin 25 mg I.M (maksimum 1 mg/kgBB) atau morfin 10 mg I.M, jika pasien merasakan nyeri yang sangat. (Saifudin, abdul bari. 2002: Mk-47).
5.    Tentukan keadaan janin.
6.    Periksa denyut jantung janin selama atau segera setelah his. Hitung frekuensinya sekurang kurangnya sekali dalam 30 menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II. Jika terdapat gawat janin, lakukan secsio sesaria. Kecuali jika syarat-syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forcep.
7.    Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah. Pikirkan kemungkinan gawat janin.
8.    Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang mungkin menyebabkan gawat janin.
9.    Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berikan analgesik : tramadol atau penitidin 25mg dinaikkan samapai maksimum 1 mg/Kg atau morfin 10 mg IM.
10.    Penanganan Khusus
11.    Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
12.    Nilai his :
Jika his adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inersia uteri. Jika his adekuat (3 kali dalam 10 mmenit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi, dan mal presentasi.
13.    Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan. (Saifudin, abdul bari. 2002: Mk-49)

2. Malposisi / Malpresentasi
Malposisi adalah merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin, selain presentasi verteks. Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang, dll) atau
presentasi ganda (adanya bagian janin, seperti lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala).
1.    Masalah :
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama atau partus macet.
2.    Penanganan Umum :
a.    Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu) .
b.    Lakukan penilaian kondisi janin :
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera setelah his : Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30 menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua.  Jika DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali permenit kemungkinan gawat janin.
c.    Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :  Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan intervensi untuk penanganan gawat janin.  Tidak adanya cairan pada saat ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air ketuban yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin.
d.   Berikan dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya.
e.    Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf.

3.    Ketuban pecah Dini
                   Ketuban pecah dini pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum waktunya. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini : Efek kromosom, kelainan kolagen, serta infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%), disebabkan karena High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
                   Komplikasi Ketuban Pecah Dini :
a.Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
b.Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
c.Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia

4. Kelainan Tenaga Atau His
            Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada kelainan CPD.
            Penanganan :
a.    Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul.
b.    Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC.
c.    KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu.
d.   Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes.
e.    Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan.
f.     Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action.
5. Syok
6. Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan dengan  Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah. Komplikasi maternal  Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena  Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.

















 







DAFTAR PUSTAKA

Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
        
Rukmono. 2002. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar